Sabtu, 30 April 2011

KEMISKINAN DI INDONESIA


Pada mulanya adalah kemiskinan. Lalu pengangguran. Kemudian kekerasan dan kejahatan [crime]. Martin Luther King [1960] mengingatkan, "you are as strong as the weakestof the people." Kita tidak akan menjadi bangsa yang besar kalau mayoritas masyarakatnya masih miskin dan lemah. Maka untuk menjadi bangsa yang besar mayoritas masyarakatnya tidak boleh hidup dalam kemiskinan dan lemah.

Sesungguhnya kemiskinan bukanlah persoalan baru di negeri ini. Sekitar seabad sebelum kemerdekaan Pemerintah Kolonial Belanda mulai resah atas kemiskinan yang terjadi di Indonesia [Pulau Jawa]. Pada saat itu indikator kemiskinan hanya dilihat dari pertambahan penduduk yang pesat [Soejadmoko, 1980].

Kini di Indonesia jerat kemiskinan itu makin akut. Jumlah kemiskinan di Indonesia pada Maret 2009 saja mencapai 32,53 juta atau 14,15 persen [www.bps.go.id]. Kemiskinan tidak hanya terjadi di perdesaan tapi juga di kota-kota besar seperti di Jakarta. Kemiskinan juga tidak semata-mata persoalan ekonomi melainkan kemiskinan kultural dan struktural.

Pertanyaannya seberapa parah sesungguhnya kemiskinan di Indonesia? Jawabannya mungkin sangat parah. Sebab, kemiskinan yang terjadi saat ini bersifat jadi sangat multidimensional. Hal tersebut bisa kita buktikan dan dicarikan jejaknya dari banyaknya kasus yang terjadi di seluruh pelosok negeri ini.

Hakikat Kemiskinan
Meski kemiskinan merupakan sebuah fenomena yang setua peradaban manusia tetapi pemahaman kita terhadapnya dan upaya-upaya untuk mengentaskannya belum menunjukan hasil yang menggembirakan. Para pengamat ekonomi pada awalnya melihat masalah kemiskinan sebagai "sesuatu" yang hanya selalu dikaitkan dengan faktor-faktor ekonomi saja.

Hari Susanto [2006] mengatakan umumnya instrumen yang digunakan untuk menentukan apakah seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat tersebut miskin atau tidak bisa dipantau dengan memakai ukuran peningkatan pendapatan atau tingkat konsumsi seseorang atau sekelompok orang. Padahal hakikat kemiskinan dapat dilihat dari berbagai faktor. Apakah itu sosial-budaya, ekonomi, politik, maupun hukum.

Menurut Koerniatmanto Soetoprawiryo menyebut dalam Bahasa Latin ada istilah esse [to be] atau [martabat manusia] dan habere [to have] atau [harta atau kepemilikan]. Oleh sebagian besar orang persoalan kemiskinan lebih dipahami dalam konteks habere. Orang miskin adalah orang yang tidak menguasai dan memiliki sesuatu. Urusan kemiskinan urusan bersifat ekonomis semata.

Kondisi Umum Masyarakat
Mari kita cermati kondisi masyarakat dewasa ini. Banyak dari mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Bahkan, hanya untuk mempertahankan hak-hak dasarnya serta bertahan hidup saja tidak mampu. Apalagi mengembangkan hidup yang terhormat dan bermartabat. Bapenas [2006] mendefinisikan hak-hak dasar sebagai terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Baik bagi perempuan maupun laki-laki.

Krisis ekonomi yang berkepanjangan menambah panjang deret persoalan yang membuat negeri ini semakin sulit keluar dari jeratan kemiskinan. Hal ini dapat kita buktikan dari tingginya tingkat putus sekolah dan buta huruf. Hingga 2006 saja jumlah penderita buta aksara di Jawa Barat misalnya mencapai jumlah 1.512.899. Dari jumlah itu 23 persen di antaranya berada dalam usia produktif antara 15-44 tahun. Belum lagi tingkat pengangguran yang meningkat "signifikan." Jumlah pengangguran terbuka tahun 2007 di Indonesia sebanyak 12,7 juta orang. Ditambah lagi kasus gizi buruk yang tinggi, kelaparan/busung lapar, dan terakhir, masyarakat yang makan "Nasi Aking."

Di Nusa Tenggara Timur (NTT) 2000 kasus balita kekurangan gizi dan 206 anak di bawah lima tahun gizi buruk. Sedangkan di Bogor selama 2005 tercatat sebanyak 240 balita menderita gizi buruk dan 35 balita yang statusnya marasmus dan satu di antaranya positif busung lapar. Sementara di Jakarta Timur sebanyak 10.987 balita menderita kekurangan gizi. Dan, di Jakarta Utara menurut data Pembinaan Peran Serta Masyarakat Kesehatan Masyarakat [PPSM Kesmas] Jakut pada Desember 2005 kasus gizi buruk pada bayi sebanyak 1.079 kasus.

Dampak Kemiskinan
Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks. Pertama, pengangguran. Sebagaimana kita ketahui jumlah pengangguran terbuka tahun 2007 saja sebanyak 12,7 juta orang. Jumlah yang cukup "fantastis" mengingat krisis multidimensional yang sedang dihadapi bangsa saat ini.

Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran rata-rata.

Dalam konteks daya saing secara keseluruhan, belum membaiknya pembangunan manusia di Tanah Air, akan melemahkan kekuatan daya saing bangsa. Ukuran daya saing ini kerap digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu bangsa dalam bersaing dengan bangsa-bangsa lain secara global. Dalam konteks daya beli di tengah melemahnya daya beli masyarakat kenaikan harga beras akan berpotensi meningkatkan angka kemiskinan. Razali Ritonga menyatakan perkiraan itu didasarkan atas kontribusi pangan yang cukup dominan terhadap penentuan garis kemiskinan yakni hampir tiga perempatnya [74,99 persen].

Meluasnya pengangguran sebenarnya bukan saja disebabkan rendahnya tingkat pendidikan seseorang. Tetapi, juga disebabkan kebijakan pemerintah yang terlalu memprioritaskan ekonomi makro atau pertumbuhan [growth]. Ketika terjadi krisis ekonomi di kawasan Asia tahun 1997 silam misalnya banyak perusahaan yang melakukan perampingan jumlah tenaga kerja. Sebab, tak mampu lagi membayar gaji karyawan akibat defisit anggaran perusahaan. Akibatnya jutaan orang terpaksa harus dirumahkan atau dengan kata lain meraka terpaksa di-PHK [Putus Hubungan Kerja].

Kedua, kekerasan. Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu [dengan cara mengintimidasi orang lain] di atas kendaraan umum dengan berpura-pura kalau sanak keluarganya ada yang sakit dan butuh biaya besar untuk operasi. Sehingga dengan mudah ia mendapatkan uang dari memalak.

Ketiga, pendidikan. Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Jelas mereka tak dapat menjangkau dunia pendidikan yang sangat mahal itu. Sebab, mereka begitu miskin. Untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan.

Bagaimana seorang penarik becak misalnya yang memiliki anak cerdas bisa mengangkat dirinya dari kemiskinan ketika biaya untuk sekolah saja sudah sangat mencekik leher. Sementara anak-anak orang yang berduit bisa bersekolah di perguruan-perguruan tinggi mentereng dengan fasilitas lengkap. Jika ini yang terjadi sesungguhnya negara sudah melakukan "pemiskinan struktural" terhadap rakyatnya.

Akhirnya kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.

Keempat, kesehatan. Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif atau ongkos pengobatan yang biayanya melangit. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin.

Kelima, konflik sosial bernuansa SARA. Tanpa bersikap munafik konflik SARA muncul akibat ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi miskin yang akut. Hal ini menjadi bukti lain dari kemiskinan yang kita alami. M Yudhi Haryono menyebut akibat ketiadaan jaminan keadilan "keamanan" dan perlindungan hukum dari negara, persoalan ekonomi-politik yang obyektif disublimasikan ke dalam bentrokan identitas yang subjektif.

Terlebih lagi fenomena bencana alam yang kerap melanda negeri ini yang berdampak langsung terhadap meningkatnya jumlah orang miskin. Kesemuanya menambah deret panjang daftar kemiskinan. Dan, semuanya terjadi hampir merata di setiap daerah di Indonesia. Baik di perdesaan maupun perkotaan.

Musuh Utama Bangsa
Tidak dapat dipungkiri bahwa yang menjadi musuh utama dari bangsa ini adalah kemiskinan. Sebab, kemiskinan telah menjadi kata yang menghantui negara-negra berkembang. Khususnya Indonesia. Mengapa demikian? Jawabannya karena selama ini pemerintah [tampak limbo] belum memiliki strategi dan kebijakan pengentasan kemiskinan yang jitu. Kebijakan pengentasan kemiskinan masih bersifat pro buget, belum pro poor. Sebab, dari setiap permasalahan seperti kemiskinan, pengangguran, dan kekerasan selalu diterapkan pola kebijakan yang sifatnya struktural dan pendekatan ekonomi [makro] semata.

Semua dihitung berdasarkan angka-angka atau statistik. Padahal kebijakan pengentasan kemiskinan juga harus dilihat dari segi non-ekonomis atau non-statistik. Misalnya, pemberdayaan masyarakat miskin yang sifatnya "buttom-up intervention" dengan padat karya atau dengan memberikan pelatihan kewirauasahaan untuk menumbuhkan sikap dan mental wirausaha [enterpreneur].

Karena itu situasi di Indonesia sekarang jelas menunjukkan ada banyak orang terpuruk dalam kemiskinan bukan karena malas bekerja. Namun, karena struktur lingkungan [tidak memiliki kesempatan yang sama] dan kebijakan pemerintah tidak memungkinkan mereka bisa naik kelas atau melakukan mobilitas sosial secara vertikal.

Paradigma Pembangunan
Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas kuncinya harus ada kebijakan dan strategi pembangunan yang komprehensif dan berkelanjutan jangka panjang. Pemerintah boleh saja mengejar pertumbuhan-ekonomi makro dan ramah pada pasar. Tetapi, juga harus ada pembelaan pada sektor riil agar berdampak luas pada perekonomian rakyat.

Ekonomi makro-mikro tidak bisa dipisahkan dan dianggap berdiri sendiri. Sebaliknya keduanya harus seimbang-berkelindan serta saling menyokong. Pendek kata harus ada simbiosis mutualisme di antara keduanya.

Perekonomian nasional dengan demikian menjadi sangat kokoh dan vital dalam usaha pemenuhan cita-cita tersebut. Perekonomian yang tujuan utamanya adalah pemerataan dan pertumbuhan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebab, tanpa perekonomian nasional yang kuat dan memihak rakyat maka mustahil cita-cita tersebut dapat tercapai. Intinya tanpa pemaknaan yang subtansial dari kemerdekaan politik menjadi kemerdekaan ekonomi maka sia-sialah pembentukan sebuah negara. Mubazirlah sebuah pemerintahan. Oleh karenanya pentingnya menghapus kemiskinan sebagai prestasi pembangunan yang hakiki.

SUMBER : DETIK.COM

MASALAH PENGANGGURAN DI DENPASAR,BALI




Pengangguran di Indonesia kini mencapai 8,59 juta orang atau 7,41 persen dari total angkatan kerja di Nusantara sebanyak 116 juta orang.

"Angkatan kerja tersebut didominasi lulusan sekolah dasar (SD) 57,44 juta orang atau 49,42 persen," kata Dra Suwito Ardiyanto, SH,MH, widyaswara utama Bidang Penempatan Tenaga kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Denpasar, Rabu.

Seusai tampil sebagai pembicara pada Lokakarya Pengembangan Jejaring Kerja Sama Penyuluhan dan Bimbingan Jabatan, formasi hasil penempatan tenaga kerja "10:3:2" hingga sekarang masih relevan.

Ia mencontohkan, apabila terdapat sepuluh orang pencari kerja hanya tersedia tiga lowongan pekerjaan dan dari tiga lowongan itu hanya dua yang bisa diisi, sementara satu lagi tidak bisa dipenuhi akibat tidak memiliki keterampilan.

Dari segi persaingan internasional hasil survei "World Economic Forum 2010" menunjukkan Indonesia berada pada peringkat 54 dari 133 negara yang disurvei.

Dibanding dengan negara tetangga seperti Singapura yang menempati peringkat ketiga, Malaysia ke-24, Brunei Darussalam ke-32 dan Thailand ke-36, sehingga kondisi ketenagakerjaan di Indonesia sangat parah.

Salah satu upaya dalam mengatasi masalah tersebut dengan meningkatkan kualitas penempatan tenaga kerja, yakni penempatan tenaga kerja pada jabatan yang tepat. Upaya tersebut dilakukan melalui meningkatkan peranan penyuluhan dan bimbingan jabatan (PBJ).

Suwito Ardiyanto menambahkan, PBJ mempunyai dua tugas pokok yang sangat penting untuk menempatkan pencari kerja dalam jabatan yang tepat serta menemukan tenaga kerja yang cocok dengan kebutuhan pengguna tenaga kerja.

Untuk menempatkan pencari kerja dalam jabatan yang tepat perlu memahami dunia kerja serta pengetahuan atas jenis-jenis pekerjaa atau jabatan beserta syarat-syaratnya.

Selain itu mengenali potensi diori, bakat, minat kemampuan dan kualifikasi yang dimiliki pencari kerja serta mengenali kelemahan yang dimiliki, ujar Suwito Ardiyanto.

SUMBER : ANTARA NEWS.COM

Rabu, 20 April 2011

TUGAS 3




1. Jelaskan dengan singkat menegenai :
a. Neraca Pembayaran
b. Modal Asing
c. Hutang Luar Negeri
Jawab :
a. Neraca pembayaran adalah catatan dari semua transaksi ekonomi internasional yang meliputi perdagangan, keuangan dan moneter antara penduduk dalam negeri dengan penduduk luar negeri selama periode waktu tertentu, biasanya satu tahun atau dikatakan sebagai laporan arus pembayaran (keluar dan masuk) untuk suatu negara.
b. Modal asing adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan, dan bagi perusahaan yang bersangkutan modal tersebut merupakan utang yang pada saatnya harus dibayar kembali.
c. Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar negeri dapat berupa pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Bentuk utang dapat berupa uang yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain, atau lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia.
2. Sebutkan dan Jelaskan manfaat modal asing ?
Jawab :
Manfaat tersebut antara lain :
1. Penurunan biaya bunga APBN
2. Sumber investasi swasta
3. Pembiayaan Foreign Direct Investment (FDI)
4. Kedalaman pasar modal, dan
5. Memperbaiki iklim investasi : Iklim investasi yang baik memberikan kesempatan dan insentif kepada dunia usaha untuk melakukan investasi yang produktif, menciptakan lapangan kerja dan memperluas kegiatan usaha. Investasi memainkan peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan. Memperbaiki iklim investasi adalah masalah kritikal yang dihadapi pemerintah di negara berkembang. Menyediakan lapangan kerja penting untuk menciptakan keseimbangan dan kedamaian.

3. Sebutkan dan Jelaskan dampak hutang Luar Negeri terhadap pembangunan di indonesia!
Jawab :
a. Dampak positif :
- Dalam jangka pendek, utang luar negeri sangat membantu pemerintah Indonesia dalam upaya menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara, yang diakibatkan oleh pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang cukup besar.


- Dengan adanya utang luar negeri membantu pembangunan negara Indonesia, dengan menggunakan tambahan dana dari negara lain.


-- Laju pertumbuhan ekonomi dapat dipacu sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya.

b. Dampak Negatif :
-Dalam jangka panjang utang luar negeri dapat menimbulkan berbagai macam persoalan ekonomi negara Indonesia, salah satunya dapat menyebabkan nilai tukar rupiah jatuh(Inflasi).

-Utang luar negeri dapat memberatkan posisi APBN RI, karena utang luar negeri tersebut harus dibayarkan beserta dengan bunganya.

-Negara akan dicap sebagai negara miskin dan tukang utang, karena tidak mampu untuk mengatasi perekonomian negara sendiri, (hingga membutuhkan campur tangan dari pihak lain).

Sumber : wikipedia, ilmu manajemen.com,kompas.com, dll

Minggu, 10 April 2011

PEMERINTAH DUKUNG PENGUATAN RUPIAH



Meskipun nilai tukar rupiah menguat 7,56pesen dari asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2011 yang ditetapkan Rp 9.250 per dollar Amerika Serikat, pemerintah tidak mengkhawatirkan apresiasi itu. Kementrian Keuangan justru mendukung penguatan rupiah tersebut karena akan meringankan beban anggaran yang terkait dengan belanja dalam dollar AS, termasuk pembayaran bunga utang.
Nilai tukar rupiah saat ini ada di posisi Rp 8.600-8.700 per dollar AS. Asumsi nilai tukar di tetapkan Rp 9.250 per dollar AS (terapresiasi 7,59%). Namun kita harus melihat pengalaman pada 2010, dimana apresiasi rupiah hanya 4,4%. Jadi di bandungkan tahun ini,rupiah tergolong normal. Kurs rupiah terhadap dollar AS di pasar spot antarbank Jakarta, jumat sore mendekati level Rp 8.600 per dollar AS karena aksi beli rupiah oleh pelaku asing makin besar. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS naik 32 poin menjadi Rp 8.643 per dollar AS dibanding hari sebelumnya yang senilai Rp 8.675 per dollar AS.
Bank Indonesia mengakui penguatan nilai rupiah merupakan yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Penguatan Nilai Rupiah ikut berkontribusi pada merendahnya laju inflasi.

Sumber : KORAN KOMPAS