Selasa, 15 Januari 2013

Tradisi Ruwatan


Hari Kamis ,tepatnya 2 minggu yang lalu,saya sempat izin beberapa hari dari perkuliahan di kampus untuk menjalani tradisi Ruwatan di kampung halaman saya, Solo.
            Mungkin masih banyak yang belum mengetahui tentang Tradisi Ruwatan  “Apa itu ruwatan ? Apa kegunaan Ruwat? ”
Tradisi Ruwatan ini adalah Tradisi Ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian, atas dosa/kesalahannya yang  diperkirakan  bisa berdampak kesialan didalam hidup orang yang di ruwat.
Sebenarnya Ruwatan ini sendiri tidal dilakukan oleh semua orang, hanya  di jalankan oleh orang-orang tertentu, contohnya :  Para Orang Tua yang memiliki Anak Tunggal  dalam istilah Jawa  disebut Semata Wayang, Sepasang Anak Laki-laki & Perempuan disebut Gedono & Gedini, Anak kembar laki-laki di sebut Nakula & Sadewa, Lima Orang anak Laki-laki di sebut Pandawa Lima, Orang Tua yang memiliki 3 anak  dimana terdiri dari 2 Perempuan & 1 Laki-laki (anak sulung & bungsu Perempuan,sedangkan yang tengah Laki-laki) disebut Sungai mengapit Pancuran dsb.  
Masih banyak lagi ketentuan siapa yang harus di ruwat,namun saya hanya mngetahui sebagian saja. Saya sendiri menjalani Ruwat karena saya memiliki 1 kakak Laki-laki, dimana orang Jawa menyebutnya Gedono & Gedini.
Tradisi Ruwatan tiap daerah berbeda-beda,di Desa Ayah saya tepatnya di Wonogiri menanggap Wayang,dilanjut dengan memotong ujung rambut, & membasuh muka dengan air kembang. Namun pada waktu Sepupu saya melakukan Ruwat di Desa ibu saya tepatnya Kutoarjo,Jawa Tengah tidak menaggap Wayang melainkan hanya acara shalawatan. Orang yang di ruwat duduk di atas ketan & di selendangi Kain lalu mandi kembang pada tengah malam.
Acara Ruwatan yang saya jalani waktu itu Pukul 03.00 dini hari. Sebelumnya selepas Magrib diadakan acara Kenduri (Pengajian & Tumpengan) , lalu sehabis Isya dilanjutkan dengan menanggap Wayang .
Dalam penanggapan Wayang tersebut di lakukan semalam suntuk dari Pukul 20.00 hingga pukul 03.00. Dilanjutkan dengan acara Ruwatan saya sampai Pukul 06.00 pagi.  Pada acara Ruwatan ,  penanggapan Wayang masih berlanjut dengan Lakon dimana orang yang manandang sukerto ini, diyakini akan menjadi mangsanya Batara Kala.
Tokoh ini adalah anak Batara Guru (dalam cerita wayang) yang lahir karena nafsu yang tidak bisa dikendalikannya atas diri DewiUma, yang kemudian (maaf) spermanya jatuh ketengah laut, akhirnya menjelma menjadi raksasa, yang dalam tradisi pewayangan disebut "Kama salah kendang gumulung ". Ketika raksasa ini menghadap ayahnya (Batara guru) untuk meminta makan, oleh Batara guru diberitahukan agar memakan manusia yang berdosa atau sukerta. Atas dasar inilah yang kemudian dicarikan solosi ,agar tak termakan Sang Batara Kala ini diperlukan ritual Ruwatan. Kata Murwakala/ purwakala berasal dari kata purwa (asalmuasal manusia) ,dan  pada lakon ini, yang menjadi titik pandangnya adalah kesadaran : Atas ketidak sempurnanya diri manusia, yang selalu terlibat dalam kesalahan serta bisa berdampak timbulnya bencana (salah kedaden).
Untuk pagelaran wayang kulit dengan lakon Murwakala biasanya diperlukan perlengkapan sbb :
1.      Alat musik jawa (Gamelan)
2.      Wayang kulit satu kotak (komplit)
3.      Kelir atau layar kain
4.      Blencong atau lampu dari minyak
Selain peralatan tersebut diatas masih diperlukan sesajian yang berupa:
1.      Tuwuhan
2.      Api (batu arang)
3.      Kain Mori Putih
4.      Gawangan
5.      Bermacam-macam nasi  antara lain :
6.      Nasi golong dengan perlengkapannya, goreng-gorengan, pindang kluwih, pecel ayam, sayur menir, dsb.
7.      Nasi wuduk dilengkapi dengan; ikan lembaran, lalaban, mentimun, cabe besar merah dan hijau brambang, kedele hitam.
8.      Nasi kuning dengan perlengkapan; telur ayam yang didadar tiga biji. Srundeng asmaradana.
9.      Bermacam-macam jenang (bubur)  yaitu: jenang merah, putih, jenang kaleh, jenang baro-baro (aneka bubur).
10.  Jajan pasar (buah-buahan yang bermacam-macam) seperti : pisang raja, jambu, salak, sirih yang diberi uang, gula jawa, kelapa, makanan kecil berupa blingo yang diberi warna merah, kemenyan bunga, air yang ditempatkan pada cupu, jarum dan benang hitam-putih, kaca kecil, kendi yang berisi air, empluk (periuk yang berisi kacang hijau, kedele, kluwak, kemiri, ikan asin, telur ayam dan uang satu sen).
11.  Benang lawe, minyak kelapa yang dipergunakan untuk lampu blencong, sebab walaupun siang tetap memakai lampu blencong.
12.  Sesajen antara lain : rujak ditempatkan pada bumbung, rujak edan (rujak dari pisang klutuk ang dicampur dengan air tanpa garam), bambu gading linma ros. Kesemuanya itu diletakan ditampah yang berisi nasi tumpeng, dengan lauk pauknya seperti kuluban panggang telur ayam yang direbus, sambel gepeng, ikan sungai/laut dimasak anpa garam dan ditempatkan di belakang layar tepat pada muka Kyai Dalang.
13.  Sajen buangan yang ditunjukkan kepada dhayang yang berupa takir besar atau kroso yang berisi nasi tumpeng kecil dengan lauk-pauk, jajan pasar (berupa buah-buahan mentah serta uang satu sen. ). 
Selesai upacara ngruwat, bambu gading yang berjumlah lima ros ditanam pada kempat ujung rumah disertai empluk (tempayan kecil) yang berisi kacang hijau , kedelai hitam, ikan asin, kluwak, kemiri, telur ayam dan uang dengan diiringi doa mohon keselamatan dan kesejahteraan serta agar tercapai apa yang dicita citakan.


##Dilengkapi berbagai Keterangan tertentu dari berbagai sumber


Tidak ada komentar:

Posting Komentar