Minggu, 03 Juni 2012

Review jurnal wajib daftar perusahaan (revisi)

Nama Kelompok :
- Anggi Mustika Sari (20210824)
- Hastanti Rusvita Mei (23210182)
- Putri Khoirunnisa (25210455)
- Rani Nuraini (25210644)
- Rika Agustina (25210942)
Kelas : 2EB06
Review jurnal

Wajib Daftar Perussahaan Sebelum Dan Sesudah Berlakunya UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Wahyuni Safitri, S.H., M.Hum (Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda)

Abstrak :
Dalam Undang-Undang No.3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan bermanfaat bagi pemerintahan, dunia usaha maupun pihak lain yang ditujukan untuk mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara resmi yang berkepentingan dalam rangka menjamin kepastian berusaha dan mejadi alat bukti perusahaan yang berdomisili di Negara Indonesia.
Wajib daftar perusahaan memiliki UU yang akan dikenakan bila ada peusahaan baru yang hendak didirikan. Dalam jurnal ini akan menjabarkan bagaimana seharusnya para pendiri perusahaan baru mengetahui cara mendaftarkan perusahaan berdasarkan UU yang di terapkan .

Pendahuluan :
Dengan melihat dasar pertimbangan dan Undang-Undang Wajib Daftar Perusahaan (UUWDP), daftar perusahaan adalah daftar catatan resmi yang dipergunakan oleh Pemerintah, Dunia Usaha dan pihak lain. Terdapat 3 manfaat dari masing-masing pihak:
a. Pemerintah
Untuk kepentingan pengamanan pendapatan Negara yang memerlukan informasi yang akurat
b. Dunia Usaha
Sebagai sumber informasi untuk kepentingan usahanya dan untuk mencegah praktek usaha yang tidak jujur.
c. Pihak lain
Bagi yang berkepentingan atau masyarakat yang memerlukan informasi yang benar.
Pada pasal 2 UUWDP adalah untuk mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat dengan benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha, seperti yang terdapat dalam pasal 3 UUWDP yaitu daftar perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak dan pasal 4 nya setiap pihak yang berkepentingan setelah memenuhi biaya administrasi yang ditetapkan oleh menteri, berhak memperoleh keterangan yang diperlukan dengan cara mendapatkan salinan dari keterangan yang tercantum dalam daftar perusahaan yang sebagai alat bukti yang akurat.

Pembahasan :

dDASAR HUKUM WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

Pertama kali diatur dalam Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 23 : Para persero firma diwajibkan mendaftarkan akta dalam register yang disediakan untuk kepaniteraan raad van justitie (pengadilan Negeri) daerah hukum tempat kedudukan perseroan. Selanjutnya pasal 38 KUHD : Para persero diwajibkan untuk mendaftarkan akta dalam keseluruhannya beserta ijin yang diperolehnya dalam register yang diadakan. Untuk itu, pada panitera raad van justitie dari daerah hukum kedudukan perseroan itu, dan mengumumkannya dalam surat kabar resmi. Dari kedua pasal di atas firma dan perseroan terbatas diwajibkan mendaftarkan akta pendiriannya pada pengadilan negeri tempat kedudukan perseroan itu berada, selanjutnya pada tahun 1982 wajib daftar perusahaan diatur dalam ketentuan tersendiri yaitu UUWDP yang tentunya sebagai ketentuan khusus menyampingkan ketentuan KUHD sebagai ketentuan umum.

Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan UUWDP (Undang-Undang Wajib Daftar Perusahaan) pada tahun 1998 diterbitkan Keputusan Menperindag No.12/MPP/Kep/1998 yang kemudian diubah dengan Keputusan Menperindag No.327/MPP/Kep/7/1999 tentang penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan serta Peraturan Menteri Perdagangan No. 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan. Keputusan ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan bahwa perlu diadakan penyempurnaan guna kelancaran dan peningkatan kualitas pelayanan pendaftaran perusahaan, pemberian informasi, promosi, kegunaan pendaftaran perusahaan bagi dunia usaha dan masyarakat, meningkatkan peran daftar perusahaan serta menunjuk penyelenggara dan pelaksana WDP (Wajib Daftar Perusahaan).

B. WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN SETELAH ADANYA UU No. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Setelah resmi berlakunya Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas pada tanggal 16 Agustus 2007 yang merupakan pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1995 dalam Pasal 157 ayat 2 disebutkan bahwa Anggaran dasar dan perseroan yang belum memperoleh status badan hukum atau anggaran dasar yang perubahannya belum disetujui atau dilaporkan kepada Menteri pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, wajib disesuaikan dengan UUPT yang baru. Salah satu ketentuan baru dalam UUPT baru adalah pengajuan permohonan pendirian PT dan penyampaian perubahan anggaran dasar secara online dengan mengisi daftar isian yang dilengkapi dokumen pendukung melalui sistem yang dikenal yaitu Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH). Terdapat banyak metode penafsiran hukum, salah satu metode penafsiran hukum yang digunakan dalam konteks ini adalah metode penafsiran sistematis, kita harus membaca undang-undang dalam keseluruhannya, kita tidak boleh mengeluarkan suatu ketentuan lepas dari keseluruhannya, tetapi kita harus meninjaunya dalam hubungannya dengan ketentuan sejenis, antara banyak peraturan terdapat hubungan yang satu timbul dan yang lain seluruhnya merupakan satu system besar.

Kesimpulan :
Dalam uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dapat disimpulkan bahwa UUWDP masih tetap berlaku bagi badan, hukum lainnya selain badan hukum yang berbentuk PT seperti Firma, Persekutuan Komanditer (CV), Koperasi dan bentuk usaha perorangan, tetapi yang berkaitan dengan pendaftaran perseroan bagi PT tidak lagi merujuk UUWDP tetapi kepada UUPT No 40 tahun 2007. Daftar Perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut aturan atau berdasarkan ketentuan undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
I.G.Rai Widjaya, Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undang-Undang di
Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE
Hukum Perusahaan, cetakan keenam Bekasi, Kesaint Blanc, Maret, 2006
Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE Sudikno Mertokusumo & A. Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Bandung, citra Aditya Bakti, 1993.
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, cetakan ketiga, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1993
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Nomor. M. HH. 03. AH. 01. 01 Tahun 2009 Tentang Daftar Perseroan

Sumber Jurnal: http://www.3sfirm.com/index.php/journal/41-karya-tulis/136-wajib-daftar-perusahaan
http://etd.eprints.ums.ac.id/13137/11/Abstraksi.pdf

review jurnal pengertian hukum ekonomi (Revisi)

Disusun Oleh :
- Anggi Mustika Sari (20210824)
- Hastanti Rusvita Mei (23210182)
- Putri Khoirunnisa (25210455)
- Rani Nuraini (25210644)
- Rika Agustina (25210942)

Kelas : 2EB06

I. Abstraksi
Di mana ada masyarakat di sana ada hukum (ubi societas ibi ius). Hukum ada pada setiap masyarakat, kapan pun, di manapun, dan bagaimanapun keadaan masyarakat tersebut. Artinya eksistensi hukum bersifat sangat universal, terlepas dari keadaan hukum itu sendiri sangat dipengaruhi oleh corak dan warna masyarakatnya (hukum juga memiliki sifat khas, tergantung dengan perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam sebuah komunitas).
Sebelum mempelajari hukum secara mendalam kita harus tahu apa itu pengertian hukum,unsur-unsur hukum,ciri-ciri hukum,jenis hukuman dari peraturan yang dilanggar,tujuan hukum,dan fungsi hukum
Selain kita mempelajari hukum kita juga harus tahu mengenai norma hukum dan kodifikasi hukum agar kita dapat membedakan berbagai macam hukum.
Dan semua pembahasan di atas telah dirangkum oleh penyusun agar pembaca dapat lebih mudah memahami tentang hukum,selain itu penyusun juga memberikan contoh kasus agar pembaca dapat memahami lebih mudah apa itu hukum ,selamat membaca.
II.Pendahuluan
Ilmu ekonomi berasal dari bahasa Yunani, oikos dan nomos. Oikos yang artinya rumah tangga dan Nomos yang berarti aturan. Jadi ilmu ekonomi merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana manusia mengelola sumber daya yang terbatas untuk memenuhi sumber daya yang terbatas. Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum ekonomi lahir disebabkan oleh semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan perekonomian. Diseluruh dunia hukum berfungsi untuk mengatur dan membatasi kegiatan-kegiatan ekonomi, dengan harapan pembangunan perekonomian tidak mengabaikan hak-hak dan kepentingan masyarakat. Tujuan Hukum Dalam menjalankan fungsinya sebagai sarana pengendali dan perubahan sosial, hukum memiliki tujuan untuk menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, damai, adil yang ditunjang dengan kepastian hukum sehingga kepentingan individu dan masyarakat dapat terlindungi.
III.Pembahasan
Pengertian hukum
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat. Ada beberapa pendapat para pakar mengenai pengertian hukum.Mayers menjelaskan bahwa hukum itu adalah semua aturan yang menyangkut kesusilaan dan ditujukan terhadap tingkah laku manusia dalam masyarakat serta sebagai pedoman bagi penguasa Negara dalam melaksanakan tugasnya.
Simorangkir mengatakan bahwa hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa dan sebagai pedoman tingkah laku manusia dalam masyarakat yang dibuat oleh lembaga berwenang serta bagi sapa saja yang melanggarnya akan mendapat hukuman.
Achmad Ali menyatakan hukum adalah seperangkat norma tentang apa yang benar dan apa yang salah, yang dibuat dan diakui eksistensinya oleh pemerintah yang dituangkan baik dalam aturan tertulis (peraturan) maupun yang tidak tertulis yang mengikat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan dan dengan ancaman sanksi bagi pelanggar aturan tersebut.
Sumber hukum formal ada lima macam, yaitu; undang-undang, kebiasaan, kaoutusan hakim(yurisorudensi), perjanjian internasional(traktat), pedapat para sarjana hukum(doktrin).
Sumber hukum formil yang dikenal dalam ilmu hukum berasal dari 6 jenis, yaitu:
A. UU
Yaitu peraturan-peraturan tertulis yang dibuat oleh alat perlengkapan negara yang berwenang dan mengikat setiap orang selaku warga negara. UU dapat berlaku dalam masyarakat, apabila telah memenuhi persyaratan tertentu.
Dalam istilah ilmu hukum, UU dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. UU dalam arti materil, setiap keputusan pemerintah yang diliat dari isinya disebut UU dan mengikat setiap orang secara umum.
Namun tidak semua UU dapat disebut UU dalam arti materil karena ada UU yang hanya khusu berlaku bagi sekelompok orang tertentu sehingga disebut UU dalam arti formal saja, misalnya UU No. 62/1958 tenteng Naturalisasi.
2. UU dalam arti formil, setiap keputusan pemerintah yang diliat dari segi bentuk dan cara terjadinya dilakukan secara prosedur dan formal.

B. Kebiasaan
Merupakan sumber hukum yang ada dalam kehidupan sosial masyarakat dan dipatuhi sebagai nilai-nilai hidup yang positif. Namun tidak semua kebiasaan itu mengandung hukum yang adil dan mengatur tata kehidupan masyarakat sehingga tidak semua kebiasaan dijadikan sumber hukum. Selain kebiasaan dikenal pula adat istiadat yaitu himpunan kaidah sosial berupa tradisi yang umumnya bersifat sakral yang mengatur tata kehidupan sosial masyarakat tertentu.
C. Traktat
Atau perjanjian antar negara merupakan suatu perjanjian internasional antar 2 negara atau lebih. Traktat dapat dijadikan sumber hukum formal jika memenuhi syarat formal tertentu, mislanya dengan proses ratifikasi. Traktat dalam hukum internasional debedakan atas 2 jenis yaitu:
D. Yurisprudensi
Putusan hakim yang memuat peraturan tersendiri dan telah berkekuatan hukum tetap kemudian diikuti oleh hakim lain dalam peristiwa yang sama. Yurisprudensi biasa disebut juga judge made law (hukum yang dibuat pengadilan)sedangkan yurisprudensi di negara-negara anglo saxon atau commonlaw diartikan sebagai ilmu hukum.
E. Doktrin
Pendapat atau ajaran para ahli hukum, yang terkemuka dan mendapat pengakuan dari masyarakat misalnya hakim dalam memeriksa perkara atau pertimbangan putusannya dapat menyebut doktrin dari ahli hukum tertentu dengan demikian hakim dianggap telah menemukan hukumnya. Pasal 38 ayat (1) Mahkamah internasional menetapkan doktrin merupakan salah satu sumber hukum formil. Doktrin tidak mengikat seperti UU, kebiasaan, traktat, dan yurisprudensi sehingga bukanlah dianggap sebagai hukum namun doktrin hanya memiliki wibawa yang dipandang bersifat obyektif dan dapat dijadikan sumber penemuan hukum bagi hakim.
Sunaryati Hartono yang mengemukakan bahwa hukum ekonomi merupakan penjabaran hukum ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi sosial, sehingga hukum ekonomi mempunyai dua aspek, yaitu :
· Aspek pengaturan usaha-usaha pembangunan ekonomi, dalam arti peningkatan kehidupan ekonomi secara keseluruhan.
· Aspek pengturan usaha-usaha pembagian hasilpembangunan ekonomi secara merata si anatar seluruh lapisan masyarakat., sehingga setiap warga dapat menikmtai hasil pembangunan ekonomi sesuai debgan sumbangan.
Sunaryati Hartono menyatakan, bahwa hukum ekonomi Indonesia dapat dibedakan menjadi dua 1. Hukum ekonomi pembangunan, meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pegembangan kehidupan ekonomi Indoesia secara nasional
2. Hukum ekonomi sosial, menyangkut peraturan pemikiran hukum mengenai cara-cara pemabgian hasil pembangunan ekonomi nasiolanl secara adil dan merata.

IV.Kesimpulan
Hukum memiliki makna yang luas meliputi semua peraturan atau ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sanksi terhadap pelanggarnya. Adapun tujuan dari hukum itu sendiri ialah untuk mengatur pribadi diri masyarakat agar tidak menjadi hakim atas dirinya maupun diri orang lain, tidak mengadili dan
menjatuhi hukuman terhadap setiap pelanggaran hukum terhadap dirinya. Oleh karena itu hukum digunakan untuk menyelesaikan setiap perkara yang diselesaikan melalui peruses pengadilan, dengan perantaraan hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.

Daftar Perpustakaan
http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/fileku/dokumen/VOL10S2012%20Nur%20Sulistyo%20B%20ambarini.pdf
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/pengertian-hukum-dan-hukum-ekonomi-4/

jurnal review subjek dan objek ekonomi (Revisi)

Disusun Oleh :
- Anggi Mustika Sari (20210824)
- Hastanti Rusvita Mei (23210182)
- Putri Khoirunnisa (25210455)
- Rani Nuraini (25210644)
- Rika Agustina (25210942)

PEMERINTAH SEBAGAI SUBJEK HUKUM PERDATA
DALAM KONTRAK PENGADAAN BARANG ATAU JASA
Oleh: Sarah S. Kuahaty

ABSTRACT
Dalam pembagiannya subjek hukum Perdata terdiri atas manusia (naturlijkperson) dan badan hukum (rechtperson). Tetapi dalam perkembangannya, ternyata pemerintah adalah lembaga publik dapat juga melakukan tindakan hukum perdata, hal ini dapat dibuktikan dengan terlibatnya pemerintah sebagai salah satu pihak dalam kontrak pengadaan barang atau jasa. Berdasarkan hasil penelusuran ternyata bahwa, ketika pemerintah bertindak dalam lapangan keperdataan dan tunduk pada peraturan hukum perdata, maka pemerintah bertindak sebagai wakil dari badan hukum bukan wakil dari jabatan, sehingga tindakan pemerintah tersebut adalah tindakan badan hukum.

PENDAHULUAN
Hukum dalam klasifikasinya terbagi atas hukum publik dan hukum privat. Hukum publik yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan negara atau negara dengan warga negara. Hukum privat yaitu hukum yang mengatur hubungan antara satu orang dengan orang lain atau subjek hukum lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan. Berdasarkan pengertiannya, maka subjek hukum perdata terdiri atas orang dan badan hukum.
Tidak dapat di pungkiri bahwa pemerintah dalam kegiatan sehari-hari melakukan tindakan-tindakan bisnis dengan pihak non-pemerintah. Dalam memenuhi kebutuhannya tersebut, tentunya pemerintah harus mengikuti prosedur pengadaan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa. Oleh karenanya agar prosedur pengadaan tersebut mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan mengikat bagi para pihak yang terlibat di dalamnya, maka hubungan hukum yang tercipta haruslah dibingkai dengan hukum yang dikenal dengan kontrak. dalam pasal 1 angka 22 Perpres 54 Tahun 2010 disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan kontrak adalah perjanjian tertulis antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana Swakelola.
Secara sederhana kontrak dapat digambarkan sebagai suatu perjanjian antara dua atau lebih pihak yang mempunyai nilai komersial tertentu. Sebagaimana layaknya sebuah perjanjian, dalam sebuah kontrak para pihak yang mengikatkan diri adalah subjek hukum. Adapun yang dimaksud dengan subjek hukum disini adalah subjek hukum perdata.

PEMBAHASAN
1. Subjek Hukum perdata
Manusia adalah pendukung hak dan kewajiban. Lazimnya dalam hukum di kenal dengan istilah subjek hukum. Tetapi manusia bukanlah satu-satunya subjek hukum. Karena masih ada subjek hukum lainnya yaitu segala sesuatu yang menurut hukum dapat mempunyai hak dan kewajiban, termasuk apa yang disebut badan hukum. Istilah subjek Hukum berasal dari terjemahan rechsubject (Belanda) atau law of subject (Inggris). Subjek Hukum mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting di dalam bidang hukum, khususnya hukum keperdataan, karena subjek hukum itulah nantinya yang dapat mempunyai wewenang hukum (rechtsbevoegheid). Didalam berbagai literatur di kenal 2 (dua) macam subjek hukum yaitu manusia (naturlijkperson) dan badan hukum (rechtperson).
Pada Dasarnya manusia mempunyai hak sejak di lahirkan, namun tidak semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Orang yang dapat melakukan perbuatan hukum adalah orang-orang yang telah dewasa dan/atau sudah menikah . Sedangkan orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang yang belum dewasa, orang yang di taruh di bawah pengampuan dan seorang wanita yang bersuami (Pasal 1330 BW). Pengertian badan hukum hanya dapat di lihat dalam doktrin ilmu hukum.
2. Kedudukan Pemerintah
Dalam perspektif hukum publik negara adalah organisasi jabatan. Di antara jabatan-jabatan kenegaraan ini terdapat jabatan pemerintahan, yang menjadi objek hukum administrasi negara.

3. Pemerintah Sebagai Subjek Hukum Perdata Dalam Kontrak Pengadaan Barang Atau Jasa
Dalam pengadaan barang barang atau jasa, pemerintah akan membingkai hubungan hukum dengan penyedia barang atau jasanya dalam sebuah kontrak pengadaan barang atau kontrak pengadaan jasa. Dengan kata lain pemerintah menjadi salah satu pihak dalam sebuah kontrak. Dalam konteks demikian pemerintah tidak dapat memposisikan dirinya lebih tinggi dari penyedia barang atau jasanya, walaupun pemerintah merupakan lembaga yang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat mengatur (regulator). Hal ini dikarenakan dalam hukum perjanjian para pihak mempunyai kedudukan yang sama, sebagaimana tercermin dalam pasal 1338 BW.
Pemerintah sebagai badan hukum juga dapat di temukan dalam pasal 1653 BW, yang menyebutkan:
“ Selain perseroan perdata sejati, perhimpunan orang-orang sebagai badan hukum juga di akui undang-undang, entah badan hukum itu diadakan oleh kekuasaan umum atau diakui sebagai demikian, entah pula badan hukum itu di terima sebagai yang di perkenankan atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan”.
Selanjutnya pemerintah selaku badan hukum dapat melakukan tindakan perdata sebagimana di tegaskan dalam pasal 1654 BW, yang menyebutkan:
“ Semua badan hukum yang berdiri dengan sah, begitu pula orang-orang swasta, berkuasa untuk melakukan perbuatan-perbuatan perdata, tanpa mengurangi perundang-undangan yang mengubah kekuasaan itu, membatasi atau menundukkannya kepada tata cara tertentu”.
Sebagai subjek hukum perdata pemerintah dapat mengikatkan dirinya dengan pihak ketiga dalam hal ini penyedia barang atau jasa.
Dengan kata lain pemerintah menjadi salah satu pihak dalam sebuah kontrak. Kedudukan pemerintah dalam pergaulan hukum keperdataan tidak berbeda dengan subjek hukum privat lainnya yakni orang maupun badan hukum, Sebagai subjek hukum perdata pemerintah dapat mengikatkan dirinya dengan pihak ketiga dalam hal ini penyedia barang atau jasa. Hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, sampai kepada prosedur pelaksanaannya harus diatur secara jelas dan dituangkan dalam bentuk kontrak.
Kedudukan Pemerintah dalam kontrak juga tidak memiliki kedudukan yang istimewa, dan dapat menjadi pihak dalam sengketa keperdataan dengan kedudukan yang sama dengan seseorang atau badan hukum perdata dalam peradilan umum.

KESIMPULAN
Subjek Hukum mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting di dalam bidang hukum, khususnya hukum keperdataan, karena subjek hukum itulah nantinya yang dapat mempunyai wewenang hukum (rechtsbevoegheid) untuk melakukan perbuatan hukum. Dikenal 2 (dua) macam subjek hukum perdata yakni manusia (naturlijk person) dan badan hukum (recht person).
Negara dalam perspektif hukum perdata adalah sebagai badan hukum publik. Bila berdasarkan hukum publik negara adalah organisasi jabatan atau kumpulan dari organ-organ kenegaraan, yang didalamnya terdapat organ pemerintahan, maka berdasarkan hukum perdata, negara adalah kumpulan dari badan-badan hukum, yang di dalamnya terdapat badan pemerintahan.
Tindakan hukum badan pemerintahan dilakukan oleh pemerintah sebagaimana manusia dan badan hukum privat terlibat dalam lalu lintas pergaulan hukum. Pemerintah menjual dan membeli, menyewa dan menyewakan, menggadai dan menggadaikan, membuat perjanjian, dan mempunyai hak milik. Ketika pemerintah bertindak dalam lapangan keperdataan dan tunduk pada peraturan hukum perdata, pemerintah bertindak sebagai wakil dari badan hukum, bukan wakil dari jabatan.

DAFTAR PUSTAKA
Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 2005;
Daliyo, J. B, et.all, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992;
Philipus M. Hadjon, et.all., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
L. J van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Noor Komala, Jakarta, 1982;
Salim H. S. Pengantar Hukum Perdata tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, 2008;
Simamora,Yohanes Sogar, Pembentukan Dan Pelaksanaan Kontrak Pengadaan, Seminar Nasional Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Oleh Pemerintah, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2006;
Soemitro, Rochmat, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, Eresco, Bandung,1993

http://unpatti.ac.id/paperrepo/ppr_iteminfo_lnk.php?id=107

review jurnal hukum perikatan (revisi)

Disusun Oleh :
- Anggi Mustika Sari (20210824)
- Hastanti Rusvita Mei (23210182)
- Putri Khoirunnisa (25210455)
- Rani Nuraini (25210644)
- Rika Agustina (25210942)

Kelas : 2EB06

Disusun

Review jurnal
Hukum Perikatan Dalam Kegiatan Ekonomi
Yusmedi Yusuf
Abstraksi
Kegiatan perekonomian banyak menggunakan ketentuan hokum perikatan yang timbul dari perbuatan hokum perdata. Perbuatan hokum yang banyak mengandung aspek ekonomis atau perbuatan hukum. Dasar hukum perikatan terdapat dalam kitab undang- undang Hukum perdata (KUHPER) dan kitab undang –undang Hukum Dagang (KUHD) serta Undang-Undang khusus yang timbul dalam perkembangan perekonomian di masyarakat. Hukum perikatan banyak digunakan dalam hubungan hukum dimasyarakat.
Pendahuluan
Hukum bertujuan mengatur berbagai kepentingan manusia dalam rangka pergaulan hidup dimasyarakat. Kepentingan masyarakat begitu luas dari kepentingan antar pribadi, pribadi dengan masyarakat dan masyarakat dengan Negara. Hokum perikatan yang terdapat dalam buku III kitab Undang-Undang Hukum perdata merupakan hokum yang bersifat khusus dalam melakukan perjanjian dan perbuatan hukum yang bersifat ekonomis. Hukum perikatan mengandung asas yaitu asas konsensualitas dan asas kebebasan berkontrak dalam melakukan perjanjian dalam menambah ketentuan dari peraturan perundang-undangan.
Pembahasan
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Dari peristiwa ini menimbulkan suatu hubungan hukum yang disebut hukum perikatan. Pengertian menurut subekti (1987 : 25) hokum perikatan adalah hubungan hukum dalam kekayaan antara dua pihak atau lebih atas suatu prestasi yang dapat dinilai dengan uang yang bersifat ekonomis misal jul beli, sewa menyewa dan hibah.
A. Azas kebebasan berkontrak
Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Pasal 1320 KUHP berisi tentang empat syarat shnya suatu perjanjian meliputi :
1. Kesepakatan para pihak
2. Kecakapan para pihak
3. Objek tertentu
4. Sebab yang halal

B. Subjek Hukum Perikatan
Dalam hubungan hukum dikenal dengan subjek hukum terdiri dari manusia dan badan hukum. Dalam perkembangannya manusia tidak mampu melaksanakan kegiatan atau usaha secara sendirian, maka lahirlah perkumpulan, asosiasi dan atau dikenal menggunakan hukum perikatan dalam kebebasan berkontrak sebagai berikut :
1. Perusahaan perseroan
2. Perrusahaan persekutuan (pasal 1618 KUH perdata)
3. Persekutuan Komanditer (pasal 19 samapai 21 KUHD)
4. Peseroan firma (pasal 16 samapai 18 KUHD)
5. Perseroan terbatas (UU no.20 tahun 2007 tentang PT)
C. Perbuatan Hukum perikatan
1. jual-beli
Perjanjian jual beli sebagai perikatan antara penjual dengan pembeli dengan hak dan kewajiban dalam perbuatan hukum berupa penyerahan barang dengan pembayaran harga barang.
2. sewa-menyewa
Kesepakatan para pihak untuk melakukan perbuatan hukum antara sipenyewa dan sipemilik barang.
3. Asuransi
Suatu perjanjian antar penanggung dengan tertanggung untuk mengalihkan resiko kerugian .
4. perbankan
Undang –undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan menyatakan penyediaan uang atau tagihan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan.
5. haki
Perlindungan atas hak cipta,merek dan paten serta desain industri
6. perjanjian kerja
Peristiwa hukum dalam melaksanakan hubungan kerja antara pihak pekerja dengan pihak pemberi kerja.
7. surat berharga
surat berharga adalah surat yang mempunyai nilai ekonomis dan dapat ndialihkakegunaannya untuk transaksi perdaganagan dari penerbitan sampai penagihan kepada pihak debitur.
8. Pasar modal
Pasar modal adalah bursa efek. Bursa efek adalah tempat diperdagangkannya efek.

D. Objek Hukum Perikatan
Hak kebendaan adalah hak yang memberikan kekuasaan secara langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. Contoh hak kebendaan hak milik, hak sewa, hak memungut hasil dan lain-lain

E. Wansprestasi dalam hukum perikatan
Penegakan hukum perikatan dilakukan apabila salah satu pihak dalam melakukan ingkar janji atau cidera janji.
Kesimpulan :
Pengertian hukum perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lain. Sistem hukum perikatan bersifat terbuka. Hukum perikatan mempunyai azas –azas yaitu Asas Kebebasan Berkontrak dan Asas konsensualisme.
Daftar pustaka :
Naja,Hr.daeng, 2009, pengantar hukum bisnis Indonesia,cetakan pertama,Jakarta,pustaka yustisia.
Simanjuntak,Emmy Pangaribuan, 1987, hukumpertanggungan, Yogyakarta, FH UGM
Subekti, R.1980, pokok-pokok hukum perdata, Jakarta, intermasa
Simatupang Richard Burton, 2007, Aspek Hukum Dalam Bisnis, cetakan kedua, jakata,rineka cipta.
Sumber : http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/11009119130_1411-545X.pdf

review jurnal perlindungan konsumen (revisi)

Disusun Oleh :
- Anggi Mustika Sari (20210824)
- Hastanti Rusvita Mei (23210182)
- Putri Khoirunnisa (25210455)
- Rani Nuraini (25210644)
- Rika Agustina (25210942)

Kelas : 2EB06


Review Jurnal
KEBIJAKAN KRIMINAL DI BIDANG PERIKLANAN DALAM PERSPEKTIF
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Septi Prihatmini, S.H., M.H.

ABSTRAKSI
Konsumen adalah individu yang menggunakan suatu barang/jasa yang tersedia dalam masyarakat. Karena konsumen adalah pengguna barang dan jasa maka perlu adanya hukum perlindungan konsumen yang dapat menjamin kepastian hukumnya. Upaya perlindungan terhadap konsumen telah dilakukan sebelum diungkapnya UU Perlindungan Konsumen. Di Indonesia aturan yang khusus mengatur tentang periklanan memang belum ada.

PENDAHULUAN
Perlindungan terhadap konsumen diatur dalam Undang-Undang No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dasar pertimbangan dibentuknya UU Perlindungan Konsumen adalah semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat proses globalisasi ekonomi. Konsumen dalam praktek ekonomi menjadi objek kegiatan dalam rangka meraup keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya.
Di dalam dunia periklanan, Zaim Saidi mengungkapkan bahwa bagi para pengusaha iklan merupakan suatu keharusan dan dianggap sebagai darah daging untuk mengisi nadi kehidupan usaha, baik pada sektor barang maupun jasa. Pengaruh iklan terhadap konsumen dan produsen cukup besar. Iklan dianggap sebagai alat informasi yang tidak saja menguntungkan produesen ,tetapi juga membahayakan konsumen.

PEMBAHASAN
1. Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen di bidang Periklanan dalam UU Perlindungan Konsumen
Upaya Perlindungan Konsumen pada hakekatnya merupakan salah satu produk dari politik hukum yang mengandung asas manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum. Pada zaman sekarang iklan sangat mempengaruhi konsumen dan produsen. Tetapi keamanan dan keselamatan konsumen belum tentu di lindungi. Banyak produk iklan yang “menggiurkan” tetapi tidak sesuai dengan kenyataan produk barang/jasa yang diberikan. Aturan yang khusus mengatur tentang periklanan memang belum ada. Peraturan periklanan tunduk pada beberapa peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang tentang Kesehatan, Undang-Undang Penyiaran dan Pokok-Pokok Pers serta Peraturan Pemerintah lainnya.
Iklan sebagai media pada hakekatnya langsung menyentuh kebutuhan masyarakat atas informasi suatu produk barang/jasa. Dan juga bermanfaat sebagai jembatan emas bagi pelaku usaha untuk memasarkan produk usahanya.
Upaya perlindungan terhadap konsumen setelah diundangkannya UU Perlindungan Konsumen yang berkaitan dengan penggunaan produk atas suatu barang/jasa pada sampai saat ini masih pada tahap formulasi.
2. Kebijakan Kriminal dalam UU Perlindungan Konsumen
Kebijakan kriminal atau politik kriminal singkat diartikan sebagai usaha secara rasional dari masyarakat untuk menanggulangi kejahatan, yaitu mencakup kegiatan pembentukan undang-undang pidana, aktivitas dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan aparat eksekusi.
Tujuan akhir dari kebijakan kriminal adalah perlindungan masyarakat untuk mencapai kebahagian masyarakat/penduduk. Tujuan akhir dari kebijakan kriminal yang dinyatakan untuk kesejahteraan masyarakat dapat dilakukan dengan melaui upaya secara penal dan non penal. Perbuatan yang mengandung sanksi pidana merupakan bagian dari kebijakan kriminal melaui upaya penal.
UU Perlindungan Konsumen yang memuat tentang tindakan perlindungan konsumen ada didalam pasal 61-63 UU Perlindungan Konsumen. Ketentuan pidana yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen sebagai upaya perlindungan terhadap masyarakat selaku konsumen.

KESIMPULAN
Upaya perlindungan konsumen dalam hal periklanan didalam undang-undang diungkapkan pada pasal 8-17. Kebijakan kriminal yang dilakukan hanya sebatas upaya penal. UU Perlindunga Konsumen merupakan ketentuan yang bersifat khusus,yaitu tindak pidana di bidang ekonomi. Pemahaman mengenai UU Perlindungan Konsumen juga penting untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran masyarakat untuk mengurangi tindak kecurang yang dilakukan pihak-pihak tertentu.

DAFTAR PUSTAKA
Arief Amrullah, Kejahatan Korporasi, The Hunt for Profit and The Attack on Democracy.
Malang, Bayu Media, 2006.
____________, Politik Hukum Pidana; Dalam Rangka Perlindungan Korban Kejahatan
Ekonomi di Bidang Perbankan, Malang, Bayu Media, 2003.
Moh. Mahfud Putra, Politik Hukum di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 2001.

Review jurnal HAKI (Revisi)

Disusun Oleh :
- Anggi Mustika Sari (20210824)
- Hastanti Rusvita Mei (23210182)
- Putri Khoirunnisa (25210455)
- Rani Nuraini (25210644)
- Rika Agustina (25210942)

Kelas : 2EB06

Review Jurnal

PEMBERDAYAAN KOPERASI USAHA KECIL DAN
MENENGAH DALAM MEMANFAATKAN HAK
KEKAYAAN INTELEKTUAL
Idham Bustamam
I. Abstraksi
Para pengusaha di Indonesia belum memahami pentingnya HAKI untuk kegiatan usaha mereka hal ini disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah kurangnya informasi mengenai HAKI hal ini bisa diatasi jika pemerintah sering melakukan penyuluhan tentang HAKI di berbagai daerah dan memberikan fasilitas untuk memperoleh HAKI.

II. Pendahuluan
Di era globalisasi saat ini dunia perdagangan sudah tidak memiliki batas lagi.Hal ini didukung dengan kesepakatan perdagangan internasional seperti WTO,APTA dan APEC.Indonesia juga terus berbenah diri agar pengusaha di Indonesia bisa ikut andil dalam perdagangan internasional,baik usaha besar maupun usaha kecil dan menengah seperti koperasi.Salah satu upaya pemerintah yaitu dengan memberikan perhatian khusus pada perlindugan Hak Kekayaan Intelektual atau HAKI.Pemerintah sangat peduli dengan perkembangan usaha kecil dan menengah seperti koperasi hal ini ditunjukan dengan dikeluarkannya berbagai kebijakan agar koperasi berkembang dan dapat bertahan di dunia perdagangan saat ini.Pemerintah juga mengeluarkan undang-undang no 19 tahun 1992 yang berisikan tentang perlindungan secara hukum hak atas merek yang dikeluarkan suatu badan usaha.

III. Pembahasan
Tujuan :
Seberapa minat untuk memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) bagi Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah dan Faktor-faktor penyebab kurang minatnya untuk memanfaatkan Hak kekayaan Intelektual (HaKI) bagi koperasi, Usaha Kecil dan Menengah.

Ruang lingkup penelitian meliputi :
1). Gambaran produk-produk yang dihasilkan KUKM
2). Langkah-langkah operasional yang telah dilakukan instansi, dinas yang menangani HaKI
3). Faktor-faktor penghambat dalam mendapatkan HaKI oleh Koperasi,Usaha Kecil dan Menengah.

Kerangka Pikiran :
HaKI adalah alat pendukung pertumbuhan ekonomi sebab dengan adanya perlindungan terhadap HaKI akan terbangkitkan motivasi manusia untuk menghasilkan karya intelektual”. (UU Hak Cipta, Paten & Merek, 2001).
· “Merek” adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”. Perlindungan hukum bagi pemilik merek tidak hanya dapat dipandang dari aspek hukum saja, tetapi perlu dipandang dari aspekekonomi dan sosial yang terdapat dalam masyarakat.
· Sosialisasi mendapatkan HAKI
Tujuan sosialisasi dibidang HaKI adalah untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat mengenai sistem HaKI nasional maupun internasional termasuk dalam hal merek.
· Sengketa merek bagi pelaku bisnis
Sengketa merek sering terjadi bagi pengusaha yang usahanya
sudah maju dan berkembang dengan baik dengan merek dagang dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat, dimana merek dagangnya tela dipalsukan oleh pengusaha lainnya.Sengketa penggunaan merek tanpa hak dapat digugat dengan delik perdata maupun pidana, disamping pembatalan pendaftaran merek tersebut. Tindak pidana dalam hal merek dapat dibagi 2, yaitu Tindak Pidana Kejahatan dan Tindak Pidana Pelanggaran.

Metode Penelitian
· Lokasi penelitian yang dilakukan di 4 provinsi yaitu Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Lampung.
· Populasi penelitian diambil dari setiap provinsi diambil 3 kabupaten/kota
· Penarikan sampel dilakukan dengan metode Field Work Research dan Library Research
Hasil Penelitian
1). Rata-rata responden pernah mendengar HaKI (100,00%), tetapi belum mengerti arti dan pentingnya, serta prosedur pengajuan administrasi.
2). Rata-rata responden mengatakan tanpa HaKI perusahaan tetap jalan (75,00%). Usaha dikelola kecil-kecil dan diantaranya ada usaha yang turun-temurun
3). Rata-rata responden mengatakan kurang berminat memiliki HaKI (52,50%), dan tidak berminat (45,25%). Ini disebabkan biaya dikeluarkan akan mengganggu kelancaran usaha.
4). Hasil jajak pendapat dilapangan (survei responden) mengatakan, menunggu penyuluhan tentang HaKI dari pemerintah dan instansi terkait.

Kesimpulan
Dari masyarakat yang dijadikan responden sebagian besar belum memahami pentingnya HAKI bagi kegiatan usaha mereka hal ini disebabkan beberapa faktor yaitu:
· kurangnya informasi mengenai HAKI,
· usaha yang dikelola hanya usaha kecil dan usaha turun menurun,
· biaya yang dikeluarkan untuk HAKI sangat besar dan akan menggangu kelancaran usaha,
· kurangnya penyuluhan dari pemerintah mengenai HAKI.

Daftar Pustaka
Anonimous, (1992). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Departemen Koperasi, Direktorat Jenderal Bina Lembaga Koperasi. Jakarta.
Anonimous, (1995). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1995 Tentang Usaha Kecil Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Direktorat Jenderal Pembinaan Koperasi Perkotaan. Jakarta.
Anonimous, (2001). Undang-undang Republik Indonesia Tentang Paten dan Merek Tahun 2001. Penerbit “Citra Umbara”. Bandung.

Review Jurnal Sengketa ekonomi (revisi)

Disusun Oleh :

- Anggi Mustika Sari (20210824)

- Hastanti Rusvita Mei (23210182)

- Putri Khoirunnisa (25210455)

- Rani Nuraini (25210644)

- Rika Agustina (25210942)



Kelas : 2EB06

Review Jurnal


ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN
SENGKETA BISNIS DI LUAR PENGADILAN

M. Husni

Abstraksi
Hari ini arbitrase gambaran sebagai lembaga hukum yang penting sebagai salah satu
penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang didasarkan pada satu perjanjian arbitrase bisnis yang dibuat oleh para pihak. Lembaga arbitrase memiliki aspek positif, seperti /
seperti rahasia para pihak sengketa, dan waktu penyelesaian yang
terkait dalam waktu singkat. Arbitrase merupakan alternatif penyelesaian sengketa yang
menarik dalam resolusi sengketa bisnis yang terjadi / terjadi pelaku bisnis Suami
masyarakat, karena dipercaya lebih efisien dan efektif.

II. Pendahuluan
Dunia bisnis dalam menjalankan profesinya ingin agar segala sesuatunya dapat berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Namun dalam kenyataannya ada kalanya
apa yang telah disetujui oleh kedua belah pihak tidak dapat dilaksanakan karena salah satu pihak mempunyai penafsiran yang berbeda dengan apa yang telah disetujui dalam kontrak, sehingga hal ini dapat menimbulkan perselisihan atau sengketa. Selanjutnya setiap sengketa yang terjadi pada umumnya akan diusahakan agar dapat diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat bagi kepentingan bersama. Namun tak sedikit pula harus menyelesaikan sengketa itu melalui jalur hukum baik melalui pengadilan ataupun di luar pengadilan. Model penyelesaian sengketa di luar pengadilan inilah yang menjadi alternatif dalam penyelesaian sengketa.Model ini cukup popular di Amerika Serikat dan Eropa yang dikenal dengan nama ADR (Alternative Dispute Resolution) atau alternative penyelesaian sengketa yang diantaranya meliputi negosiasi, mediasi, dan arbitrase.

III. Pembahasan
Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah suatu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak dengan menyampingkan penyelesaian sengketa secara litigasi di pengadilan. Dalam UU No. 30 Tahun 1999, dapat kita temui sekurangnya ada lima macam cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
· Konsultasi
Dalam Black’s Law Dictionary yang dikutip oleh Gunawan Widjaja, pada prinsipnya konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu, yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, yang memberikan pendapatnya kepada kliennya untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut (Widjaya, 2001).
· Negosiasi
Negosiasi adalah “suatu proses tawar menawar atau pembicaraan untuk mencapai suatu kesepakatan terhadap masalah tertentu yang terjadi di antara para pihak.
· Mediasi
“Mediasi adalah suatu proses negosiasi untuk memecahkan masalah melalui pihak
luar yang tidak memihak dan netral yang akan bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu menemukan solusi dalam menyelesaikan sengketa tersebut secara memuaskan bagi kedua belah pihak” (Fuady, 2000).
· Konsiliasi
Konsiliasi sebagai proses penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak dengan tugas sebagai fasilitator untuk menemukan para pihak agar dapat dilakukan penyelesaian sengketa.

Perjanjian Arbitrase sebagai pilihan dalam penelesaian sengketa bisnis
Arbitrase sebagai pilihan dalam penyelesaian sengketa bisnis dilakukan dengan berbagai pertimbangan, dimana mereka tidak ingin sengketa yang dihadapi diketahui orang dan lembaga arbitrase dapat memberikan jaminan kerahasiaan terhadap para pihak, baik dalam proses pemeriksaan berlangsung sampai setelah putusan dijatuhkan. Disamping itu, arbitrase diakui sebagai model penyelesaian sengketa yang mengedepankan pencapaian keadilan dengan pendekatan konsensus dan berdasarkan pada kepentingan para pihak dalam mencapai “Win Win Solution”. Namun dibalik semua kelebihan arbitrase ternyata ada satu hal penting yang sangat tidak memuaskan para pihak, terutama pada saat pelaksanaan (eksekusi) putusan arbitrase, baik putusan arbitrase nasional maupun putusan internasional, di Indonesia selalu menghadapi kesulitan dan hambatan karena norma hukum yang ambivalen. Disatu pihak arbitrase diakui sebagai salah satu model penyelesaian sengketa yang efektif, tetapi disisi lain putusan arbitrase dapat dilaksanakan apabila tidak mendapatkan perintah untuk dieksekusi dari Pengadilan Negeri.Namun karena arbitrase memiliki kelebihan yang banyak menguntungkan dunia bisnis maka badan arbitrase terbukti sebagai pilihan dalam penyelesaian sengketa dalam kontrak dagang yang paling dianjurkan dan paling diminati. Di samping itu dengan nama baik para pihak, semua permasalahan ingin diselesaikan dengan cepat dan dengan itikad baik untuk melaksanakan hasil putusan arbiter. Dengan demikian, arbitrase merupakan jalan yang terbaik bagi para pihak, dan itulah sebabnya para pihak memilih arbitrase sebagai alternative penyelesaian sengketa bisnis.

IV. Kesimpulan
Perjanjian Arbitrase terbukti menjadi pilihan para pelaku bisnis dalam menyelesaikan sengketa karena memberikan banyak keuntungan yaitu : memberikan jaminan kerahasiaan sengketa dari berbagai pihak,tingkat keadilannya tinggi dan dapat mencapai kondisi win win solution sehingga tidak ada pihak yang dirugikan,tetapi arbitrase juga memiliki kelemahan yaitu adanya hambatan dalam pengeksekusian hasil arbitrase terkait norma hukum yang ambivalen namun hal itu tidak menjadi masalah karena keuntungan yang diberikan lebih banyak,oleh karena itu para pelaku bisnis memilih arbitrase sebagai cara untuk menyelesaikan sengketa.

DAFTAR PUSTAKA
Abdulrrasyid, Priyatna. 2002. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu
Pengantar, Jakarta: Fikahati Aneska.
Badrulzaman, Mariam Darus. 2004, Beberapa Pemikiran Mengenai Penyelesaian Sengketa di
Bidang Ekonomi dan Keuangan di Luar Pengadilan, Makalah pada Acara Peresmian
BANI Sumatera Utara di Medan, tanggal 3 April 2004.
Fuady, Munir. 2000, Arbitrase Nasional: Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, Bandung:
Citra Aditya Bakti, hal 42.

review jurnal Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (revisi)

 Disusun Oleh : - Anggi Mustika Sari (20210824)
- Hastanti Rusvita Mei (23210182)
- Putri Khoirunnisa (25210455)
- Rani Nuraini (25210644)
- Rika Agustina (25210942)

Kelas : 2EB06

Review Jurnal
LARANGAN PRAKTEK
MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
PENGECUALIAAN TERHADAP
BADAN USAHA KOPERASI

Andjar Pachta Wirana

ABSTRAKSI
This article elaborates two law discourses regarding cooperative (koperasi) status and anti monopoly restriction. Under the constitution of the Republic Indonesia the cooperative as people business unit is facilitated by economic policy. The policy has been aimed to delivery wider portion through economic system which closes to people. It has been known as people economic system with motto wider spread and national democratic economy. The author concedes to giving any exclusion to cooperative disregards toward anti monopoly law. Exclusion itself is explicity reflected any legal protection from the State to people economic. It protection by shields and gives opportunity for cooperatives and small business units to develop and becomes strong in their business proportionally.

PENDAHULUAN
Pemerintah sejak dari tahun pertama kemerdekaan Republik Indonesia dalam politik-ekonominya selalu berusaha memberdayakan badan-usaha koperasi dengan membuat kebijakan ekonomi yang memberikan porsi yang luas terhadap pengembangan dan pemberdayaan usaha koperasi dalam rangka mewujudkan perekonomian yang berpihak kepada rakyat atau ekonomi kerakyatan. Oleh karena itu, dalam tata-ruang perekonomian nasional pada dasarnya tidak ada alasan koperasi melakukan monopoli dan praktek persaingan usaha yang tidak sehat. Koperasi merupakan badan usaha yang dalam melaksanakan kegatan usahanya menerapkan prinsip-prinsip ekonomi secara penuh, maka badan usaha koperasi pada titik tertentu tidak dapat menghindar dari menjalankan praktek bersaing secara ekonomi.

PEMBAHASAN
1. Pengertian Badan-Usaha Koperasi
Sebagai salah satu kendaraan usaha yang dibentuk oleh pendiri dan anggota dari seluruh perkumpulan koperasi unruk melaksanakan kegiatan usahanya.
2. Dasar Hukum, Fungsi dan Tujuan Badan-Usaha Koperasi
Dasar hukum lembaga Koperasi Indonesia adalah Konstitusi Negara, UUD 1945. Dengan kedua dasar hukum tersebut kedudukan Koperasi di Indonesia mempunyia pijakan hukum yang kokoh.
Fungsi dan tujuan koperasi:
· Menjadi kendaraan bagi para anggotanya untuk meningktakan baik penghasilan ataupun status ekonomo dalam lingkup kebersamaan dengan berorganisasi.
· Sebagai lembaga, koperasi dapat menyerap tenaga kerja untuk menjalankan koperasi.
· Menjadi tempat berkumpul dan berorganisasi dalam menjalankan kegiatan ekonomi.
· Dapat menjadi tempat mendidik anggotanya dalam berorganisasi di bidang ekonomi.
· Dapat menjadi tempat mendidik anggotanya menjalankan demokrasi dalam menjalankan organisasi ekonomi di koperasi tersebut.

3. Persaingan Usaha Yang Sehat dan Usaha-Koperasi
a. Dasar hukum Persaingan Usaha yang Sehat
Di Indonesia dengan adanya Ketentuan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah mempunyai landasan hukum untuk membuat dan menjalankan kebijakan terhadap Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dapat merugikan rakyat. Dengan adanya Undang-Undang tersebut dapat memperkuat amanat Konstitusi Negara.
b. Keberadaan Badan-Usaha Koperasi dalam Perekonomian Indonesia
Keberadaan Koperasi di Indonesia tercantum didalam Konstitusi Negara Republik Indonesia dengan demikian, eksistensinya dijamin oleh Konstitusi.
c. Konsep Persaingan Usaha yang Sehat
Konsep Persaingan Usaha yang Sehat berisi tiga hal pokok dijadikan objek yang “dilarang” dan yang dijadikan “wilayah” untuk melihat apakah ada persaingan usaha yang tidak sehat antara lain : (1) lingkup kesepakatan, persengkongkolan atau perjanjian. (2) lingkup kegiatan dan (3) lingkup dominasi. Ada dua instrumen yang dipakai dalam menetukan kebijakan untuk mengatur persaingan usaha, yaitu (1) Kebijakan Struktural, (2) Kebijakan Perilaku.
Jadi, Konsep Persaingan Usaha yang Sehat yang diatur dalam UU No.5 Tahun 1999 adalah menjaga keharmonisan atau keseimbangan antara produsen dengan konsumen.

4. Pembagian Badan Usaha Koperasi dan Pengaruhnya Terhadap Persangain Usaha
a. Dasar Hukum Pembinaan Badan Usaha Koperasi
Dasar Hukum Pembinaan Badan Usaha Koperasi adalah UUD 1945. Dengan demikian, Indonesia merupakan satu-satunya yang mendapat mandat langsung dari konstitusi negara adalah koperasi.
b. Pengecualian Sebagai wujud Pembinaan dalam Iklim Persaingan Usaha yang Sehat
Pemberian perlakuan khusus kepada koperasi membawa implikasi yuridis terhadap politik dan sistem perekonomian dalam konteks persaingan usaha yang sehat. Pada tahap pembinaan sosialisasi sistem perekonomian negara yang dikelola berdasarkan sistem kekeluargaan perlu dilakukan secara intensif melalui lembaga pendidikan yang dikelola pemerintah ataupun swasta.
c. Hambatan dalam Membina Badan Usaha Koperasi
Hambatan dalam Membina Badan Usaha Koperasi dapat disebabkan dari faktor internal maupun faktor eksternal. Yang termasuk faktor internal adalah manajemen, pengalaman, jaringan usaha, modal, dan kesadaran dari anggota. Dan yang termasuk faktor eksternal adalah kebijakan pemerintah yang sering tidak konsisten bahkan kontradiktif yang berakibat pada perkembangan usaha koperasi.
d. Peluang Terciptanya Ekonomi Kerakyatan dalam Konteks Koperasi sebagai Sistem Perekonomian
Koperasi dapat menjadi wadah dan kendaraan ekonomi dari negara, perlakuan khusus tersenut diberikan dengan alasan mendasar yaitu untuk memberikan kesempatann koperasi sebagai lembaga ekonomi untuk masuk ke dalam bidang perdagangan, jasa, maupun industri. Dengan demikian, peluang usaha yang dapat dilakukan oleh koperasi selaku lembaga masih terbuka luas.

KESIMPILAN
Koperasi merupakan lembaga yang dibangun oleh rakyat kecil, pemerintah memberikan dasar yuridis kepada koperasi agar mendapatkan kesempatan menjalankan usahanya secara luas. Koperasi yang selaku lembaga uang menjalankan usaha tidak menutup kemungkinan untuk melaksanakan praktek monopoli. Di dalam menjalankan koperasi juga sering terjadi penghambatan yaitu sikap pemerintah yang tidak tegas dalam mengeluarkan kebijakan dengan memberikan porsi usaha yang sudah dijalankan oleh koperasi kepada pendatang baru atau lembaga non koperasi.

DAFTAR PUSTAKA
Buku dan Artikel
Assiddiqie, Jimly. Konsilidasi Naskah Undang-Undang Dasar 1945 Setelah Perubahab
Ke-empat. Pusat Studi Hukum Tata Negara, FHUI Jakarta, 2002.
Hadikusuma, R.T. Sutantya Rahardja. Hukum Koperasi Indonesia. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2000.
Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia, UUD 1945. Naskah Asli berikut Amandemen I,II,III, dan IV.
_______., UU No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
_______., UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat.
Situs Internet
Hannan, Ali Marwan. “Koperasi Sudah lama Dianggap Kelas Dua”,
<htttp://www.gkbi.info./terkini/21.shtml>, diakses 12 Nopember 2005.

Review Jurnal Hukum Dagang (Revisi) Jurnal Hukum dan Perdagangan Musim Semi 1997 Perkembangan Terkini Sehubungan dengan Cisg KESEPAKATAN KONTRAK BERDASARKAN CISG del Pilar Perales Viscasillas


I.Abstraksi
Dalam jurnal ini berisi tentang Jurnal Hukum dan Perdagangan Musim Semi 1997
dibahas secara sistematis sehingga memudahkan pembaca dalam memahami perkembangan terkini tentang kesepakatan kontrak berdasarkan CISG.
II. Pendahuluan
Konvensi PBB tentang Kontrak untuk Perdagangan Barang Internasional, yang juga dikenal sebagai Konvensi Wina (selanjutnya disebut Konvensi atau CISG), saat ini merupakan       bagian dari hukum domestik di sekitar lima puluh negara. Penerimaan yang luas oleh negara-negara dengan sistem sosial, hukum, dan ekonomi yang berbeda menunjukkan keberhasilan besar yang telah dicapai oleh Konvensi. Bagian II dari Konvensi, yang ditujukan khusus untuk kesepakatan kontrak dengan pernyataan tentang pertemuan dua kehendak (penawaran dan penerimaan), merupakan contoh umum kompromi antara sistem hukum Civil Law dan sistem Common Law. Penghalang yang paling besar pada saat pencapaian penyeragaman normatif Konvensi Perdagangan adalah konfrontasi hukum-teknis antara negaranegara
penganut Common Law dan negara-negara penganut Civil Law. III. Pembahasan
Kedua sistem tersebut dipertemukan di dalam Konvensi untuk menunjukkan
permasalahan formatif dari kesepakatan kontrak dalam pemisahan tradisionilnya menjadi dua
buah pernyataan kehendak (penawaran dan penerimaan). Kedua sistem tersebut juga
menunjukkan perbedaan yang pada awalnya nampak tidak mungkin untuk diselesaikan. Bahkan,
Bagian II dari Konvensi - penyusunan - seringkali membuktikan kompromi antara negara-negara
dengan prinsip hukum yang berbeda: kontrak harga terbuka (pasal 14(1) dan 55), dapat
ditarik kembali dan tidak dapat ditarik kembalinya penawaran (pasal 16); penawaran balik
(pasal 19); dan Teori Penerimaan sebagai waktu ketika pernyataan-pernyataan kehendak
secara tertulis, termasuk kesepakatan kontrak, berlaku (pasal 23 dan 24). Semua pasal
tersebut menunjukkan keseimbangan yang sempurna antara berbagai prinsip yang mendasari
sistem-sistem hukum tersebut. Keseimbangan tersebut tidak mengimplikasikan bahwa peraturan
penyusunan yang ada dalam Konvensi (atau keseluruhan teks Konvensi dalam hal ini) dibuat
atas dasar pemilihan common rule (ketentuan yang serupa) yang paling sesuai untuk sistemsistem hukum yang berbeda tersebut. Sebaliknya, Konvensi memiliki sistem khususnya sendiri yang dalam beberapa hal secara jelas menunjukkan kompromi hukum. Meskipun demikian, kompromi tersebut dibangun atas dasar pengaturan perdagangan internasional, yang tetap berada di bawah pengaruh praktik-praktik dagang yang telah berkembang, di bawah bayang-bayang penerapan secara permanen, serta dalam lingkup penafsiran yang sesuai dengan prinsip-prinsip keseragaman, internasionalitas dan itikad baik.
II. Teori Klasik tentang Waktu Tercapainya Kesepakatan Kontrak
Waktu tercapainya kesepakatan kontrak biasanya dianalisa dengan menggunakan empat
teori; sebagian besar dari teori-teori tersebut telah diadopsi dalam beberapa sistem hukum. Teoriteori
tersebut adalah sebagai berikut:
A. Teori Deklarasi Berdasarkan Teori Deklarasi, kesepakatan kontrak tercapai pada saat pihak penerima
penawaran menyatakan penerimaannya secara tertulis. Karena komunikasi yang tidak
dialamatkan kepada pihak yang dituju tertentu dianggap hanya sebagai pernyataan kehendak,
teori ini tidak diterima dalam Konvensi.
B. Teori Ekspedisi atau Pengiriman Berdasarkan Teori Ekspedisi atau Pengiriman, kontrak terbentuk pada saat pihak
penerima penawaran mengirimkan penerimaannya kepada pihak pemberi penawaran.
Konsekuensi dari Teori ini adalah bahwa resiko pengangkutan ditanggung oleh pihak pemberi
penawaran. Konvensi mengadopsi Teori Ekspedisi sebagai pengecualian terhadap
Prinsip Penerimaan sementara Undang-undang Hukum Dagang Spanyol mengadopsi
teori tersebut untuk menentukan kapan kontrak disusun. Teori ini juga telah diterapkan di
negara-negara lain.
C. Teori Penerimaan Tidak seperti teori-teori yang telah dibahas sebelumnya, Teori Penerimaan
mempersyaratkan penerimaan pernyataan kehendak supaya kontrak dapat terbentuk. Konvensi
Wina menggunakan Teori Penerimaan sebagai peraturan umum untuk semua pernyataan
kehendak yang dibuat secara tertulis dan bentuk komunikasi apa pun yang ditemukan di dalam
Bagian II. Dalam sistem Common Law, telah cukup dijelaskan bahwa peraturan kotak
pos tidak berlaku apabila pihak penerima penawaran menggunakan sarana komunikasi selain
surat atau telegraf, Teori Penerimaan digunakan untuk menentukan susunan kontrak pada
saat pihak penerima penawaran menggunakan sarana komunikasi langsung, seperti
faksimili, teleks, Pertukaran Data Elektronik (EDI) dan E-mail. Teori ini
juga telah diterapkan di negara-negara lain.
D. Teori Informasi Teori Informasi merupakan teori penyusunan kontrak yang paling kaku karena teori tersebut mempersyaratkan pengetahuan tentang penerimaan agar kontrak dapat terbentuk. Konvensi Wina mengadopsi Teori Informasi untuk penyusunan kontrak secara lisan.
Dalam sistem Common Law, kontrak lisan terbentuk pada saat pihak pemberi penawaran
mengetahui penerimaan. Undang-undang Hukum Perdata Spanyol menggunakan Teori
Informasi untuk menetapkan waktu terbentuknya kontrak perdata. Teori Informasi juga
telah diterapkan di Venezuela.

IV. Kesimpulan
Istilah “sampai” dalam Konvensi memiliki arti yang serupa dengan istilah “menerima”
dalam butir 1-201 dari Uniform Commercial Code (UCC) Amerika Serikat. Demikian
pula, dalam sistem hukum Jerman, “menerima” sejajar dengan zugehen. Secara umum,
istilah tersebut serupa dengan Teori Penerimaan untuk pernyataan tertulis dan Teori Informasi
untuk pernyataan lisan berdasarkan sistem hukum Spanyol.
Konvensi mengharuskan adanya komunikasi langsung kepada pihak yang dituju, atau
penyampaian komunikasi ke tempat usaha atau alamat pos atau, terakhir, apabila tidak ada
tempat-tempat tersebut, ke “tempat tinggalnya.” Oleh karena itu, apabila pihak pemberi
penawaran memiliki lebih dari satu alamat pos, alamat yang paling erat hubungannya dengan
kontrak dan pelaksanaannya adalah yang paling sesuai. Apabila para pihak belum menyepakati
tempat mana pun secara tegas, berdasarkan kebiasaan atau dengan cara lain maka pasal 24 akan
diterapkan dan penyampaian ke tempat tinggal menjadi sah. Dalam praktiknya, hal ini
merupakan kejadian yang tidak biasa.
Ada kemungkinan bahwa alamat yang diberikan oleh pihak pemberi penawaran tidak
sama dengan tempat mana pun yang tercantum dalam pasal 24. Contohnya, apabila pihak
pemberi penawaran telah menyepakati dengan perusahaan lain untuk menerima pesan-pesannya
melalui faksimili tetapi tidak memiliki faksimili, komunikasi mulai berlaku setelah penerimaan
pada alamat tersebut di atas. Pesan tersebut tidak perlu “sampai” kepada pihak pemberi
penawaran agar mulai berlaku.
Komunikasi dapat “sampai” kepada sebuah pihak melalui penerimaan oleh pihak ketiga.
Pihak ketiga tersebut harus merupakan wakil sah dari pihak mana pun yang terkait. Para
ahli Konvensi setuju bahwa permasalahan yang terkait dengan perwakilan kekuasaan yang cukup
sesuai dengan hukum domestik yang tidak seragam, yang akan diterapkan karena perwakilan
adalah masalah keabsahan, harus diselesaikan. Pada akhirnya, komunikasi kepada pihak
ketiga akan diatur oleh pasal 24 sama dengan apabila komunikasi tersebut telah dilakukan secara
langsung ke tempat-tempat yang sesuai untuk menerima komunikasi.

Daftar Pustaka : www.google.com

Nama Kelompok :

-         Anggi Mustika Sari (20210824)
-         Hastanti Rusvita Mei (23210182)
-         Putri Khoirunnisa (25210455)
-         Rani Nuraini (25210644)
-         Rika Agustina (25210942)

Kelas                :       2EB06
                                               

Review Jurnal Hukum Perdata (Revisi) Kerjasama Internasional di Bidang Hukum Perdata Andreas Bintoro Dewanto


Abstraksi
Uraian ini berusaha menunjukkan arti penting gagasan kollewijin tentang unifikasi Hukum Perdata Internasional. Sudargo Gautama sangat mendukung perwujudan gagasan ini. Bagi dia, keikutsertaan Indonesia dalam konperensi-konperensi Internasional bukanlah masalah gengsi akan tetapi masalah kebutuhan nyata. Amerika serikat memberikan sumbangan besar dalam penerimaan konvensi tentang Administrasi Nasional dari waisan-warisan dan konvensi tentang Product Liability.
Pendahuluan
Dalam pidato Dies Universitas Indonesia pada tanggal 10 ferbruari 1973, Sudargo Gautama mengingatkan kembali tetang gagasan kollenwijin.
 Pokok masalah yang diidentifikasikan oleh kollenwijn ialah :
 Prinsip manakah yang terbaik untuk menentukan apa yang di namakan status personil ( personeel statuut) seseorang ?
Kita mengenal dua prinsip di bidang ini :
1.      Prinsip nasionalitas
Hukum yang ditentukan oleh kewarganegaraannya
2.      Prinsip domisili (domicilie)
Tempat domisili seseorang menurut hukum yang menentukan status personilnya.

Pembahasan
Secara garis besar Negara-negara di dunia juga dapat di kelompokkan menjadi dua golongan yaitu yang menganut prinsip nasionalitas dan yang menganut prinsip domisili. System hukum yang di anut tiap Negara bersifat rsional dan seringkali berbeda satu sama lain. Oleh karena itu orang selalu mendambakan adanya harmonisasi, bahkan unifikasi hukum perdata nasional. Dua cara unifikasi yang kita kenal adalah :
1.      Mengunifikasikan seluruh system hukum Negara-negara yang turut menandatangani suatu konvensi yang berkaitan dengan masalah unifikasi ini. Dengan kata lain orang dapat menciptakan “droit uniforme” (uniform law). Contoh : konvensi wesel dan cek tahun 1930 yang di tanda tangani di JENEWA.
2.      Menyeragamkan kaidah-kaidah hukum internasionalnya saja. Jika untuk masalah-masalah tertentu dipakai kaidah-kaidah hukum perdata nasional yang sama, maka persoalan hukum perdata internasional akan diselesaikan dengan seragam. Contoh : perkara adopsi yang yang diadili oleh hukum Negara yang menerima konvensi Den Haag tentang adopsi.
Usaha untuk mewujudkan Unifikasi Hukum Perdata Internasional telah di mulai sejak tahun 1893 di Den Haag. Konperensi-konperensi HPI di Den Haag pada mulanya masih bersifat konperensi diplomatic untuk menjajagi kemungkinan mengadakan unifikasi kaidah-kaidah HPI. Indonesia untuk pertama kalinya turut serta sebagai pengamat dalam komperensi Den Haag XI untuk HPI. Delegasi Republik Indonesia di pimpin oleh Sudargo Gautama, dan anggota lainnya. Indonesia juga sudah mulai membuka diri terhadap perkembangan hukum perdata internasional UU No.5 Thn 1968 yang di umumkan dalam lembaran Negara 1968 No. 32 memuat persetujuan pemerintah RI terhadap konvensi tentang penyelesaian perselisihan antara warga asing  mengenai penanaman modal.
            Pada mulanya orang telah sepakat bahwa dalam rangka perjanjian internasional ,hukum yang berlaku ialah hukum yang dipilih oleh para pihak sendiri. Para sarjana semua setuju bahwa hukum telah dipilih oleh para pihak itulah hukum yang pertama-tama harus dipergunakan untuk perjanjian-perjanjian internasional.
Kesimpulan
            Pada konperensi hukum internasional ini, Indonesia masih sebagai pengamat. Merupakan harapan banyak pihak, bahwa nantinya Indonesia akan jadi anggota penuh. Semula konpernsi di Den Haag memiliki tujuan secara progresif mengadakan unifikasi dan kodifikasi Hukum Perdata Internasional. Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa konperensi-konperensi Den Haag tidak lagi mencapai kodifikasi menyeluruh tetapi hanya terbatas pada kaidah-kaidah hukum perdata internasional untuk masalah-masalah tertentu.
Daftar Pustaka :
-  Gautama, S ( 1983 ), Capita selecta Hukum Peerdata Internasioanal, Bandung : Alumni.
 - Gautama, S. ( 1985 ), Aneka Masalah Hukum Perdata Internasional, Bandung : Alumni
-  Gautama, S ( 1986 ), Indonesia dan Arbitrase Internasional, Bandung : Alumni.
-  Gautama, S. ( 1987 ), Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jakarta: Binacipta.
Sumber : http://majour.maranatha.edu/index.php/jurnal-akuntansi/article/view/8/pdf

Nama Kelompok :
-         Anggi Mustika Sari (20210824)
-         Hastanti Rusvita Mei (23210182)
-         Putri Khoirunnisa (25210455)
-         Rani Nuraini (25210644)
-         Rika Agustina (25210942)

Kelas                :               2EB06